when you feel too happy.
or contented
“She said, ‘I’m so afraid.’ And I said, ‘Why?,’ and she said, ‘Because I’m so profoundly happy, Dr. Rasul. Happiness like this is frightening.’ I asked her why and she said, ‘They only let you be this happy if they’re preparing to take something from you.’”
said Sofia Akrami, in The Kite Runner by Khaled Hosseini.
______________________________________________________________________________________
selalu juga saya merasa begitu.
begitu skeptikal dan paranoid sama perasaan gembira.
begitu bimbang dengan hati yang 'biasa-biasa saja'.
tidak terlalu sedih,
tidak dibebani gundah,
tidak terlalu gembira,
cuma biasa-biasa.
mungkin saya terlalu biasa memberitahu hati, saat dikurnia musibah atau ujian: "ini, hadiah dari Tuhan, tanda ingatanNya pada kamu Aishah...alangkah kamu patut bersyukur, dan berbahagia.
kesannya,
walau terjatuh luka di lutut,
walau ditolak jatuh ke gaung,
tanpa sedar,
saya mengucapkan alhamdulillah dan lantas tersenyum
ramai kan antara kita yang begitu?
saya terlalu rasa mesra dengan emosi gundah dan kesedihan yang panjang, hingga bila gembira dan suka datang bertandang, terlintas yang bukan-bukan di fikiran.
"Ya Allah, apakah ujian yang Kau persiapkan dengan sebegini banyak kegembiraan Kau kurniakan?"
"aishah...seronoknya kamu sekarang. Allah sudah melupakan?" (yang sebenarnya sering terjadi, saya yang melupakan) :(
bukan sekali dua,
benar-benar sedikit masa setelah terlintas di hati, tentang 'kenapa begitu aku gembira sekali'...
esok lusa,nah
datang duga bertimpa
datang khabar duka
datang ujian pemecah benteng bahagia
datang musibah yang buat saya terduduk lama.
rindu.
rindu pada rasa yang begitu.
seringnya, saat kita paling rapuh adalah saat paling kita berlari pulang ke pangkuanNya.
saat itulah,
sujud pun lebih lama
rukuk pun penuh pengharapan dan sarat doa,
al-fatihah belum habis dibaca, telekungnya sudah basah berair mata
saat kesedihan datang menyapa,
bagai dalam diri ombak yang menggila, tenang semula.
pelangi yang dimimpi jadi lebih bermakna.
saat berdukalah,
menulis menjadi seperti udara yang memberi nafas sempurna.
kalam Tuhan terasa diucapkan semua hanya pada kita.
.
dan saya merasa sungguh tidak patut.
untuk cuma merasa gembira sebenar-benarnya dengan kesedihan yang ada.
apa tidak ada nikmat Tuhan saat bahagia?
bahkan,
lebih lagi seringnya, kan?
kenapa tidak saya bawa rasa gembira bahagia suka, sebagai pemberat jiwa yang bisa melajukan langkah menujuNya?
kenapa tidak saya lebihkan hamdalah dan syukur setingginya saat tidak ada duka?
betapa,
betapa saya yang sebenarnya kufur akan nikmatnya
betapa saya yang sebenarnya berburuk sangka
apakah tidak kebahagiaan itu juga satu ujian?
membuatkan kita leka, lantas menguji sejauh mana taatnya hamba.
harapnya,
kali berikutnya saya merasa tidak selesa dengan gembira,
bersangka yang tidak-tidak sama riak tenang air di muara,
saya bisa menikmatinya secukup perlu
saya bisa bersyukur dengannya sedaya mampu
agar tidak ada pemberianNya yang saya dustakan,
agar tidak ada saatnya, Dia saya lupakan.
alangkah Tuhan punya aturan paling indah untuk setiap ciptaanNya.
aduhai.
inna ma'al usri yusra.
Indeed, with hardship [will be] ease.
.
And that it is He who makes [one] laugh and weep
(An-Najm: 43)
what more can i ask for?
err, tak habis tulis.
nantilah insha Allah.
selamat malam jumaat
:)
.
7 comments:
Paranoid kerana gembira?
yep, mungkin ada. Sebab kadang2 ada yg kata, jgn gembira sgt nanti sedih -.-
tapi apa2 pun, kita kena selalu syukur kan. Gembira satu nikmat ujian, sedih pun satu nikmat ujian juga.
(=
p/s : tulisan Aisyah yg selalu buat saya tersenyum (=
terkesan.
*tunduk*
updatelah :(
updatelah :(
izzati,
kecil2 dulu selalu dimomok:
haa...gelak2lah...nanti ada yang nangis ni
:)
er,
terima kasih ya,
sudi membaca
andai yang baik mohon diterima,
buruk dibaiki sama.
terima kasih awak!
hizwan nizam,
baru tahu awak ada blog
:)
ha,
makasih ya.
anon,
:)
sangat menarik, terima kasih
Post a Comment